Freelancer = Pekerjaan Masa Depan

Category:  Business

Di tahun 2020 mendatang, jumlah penduduk generasi millenials (khususnya generasi y dan z) secara global maupun lokal (di Indonesia) akan mencapai jumlah yang meningkat drastis dibanding generasi sebelumnya. Dan berdasarkan riset PWC, 50% pekerja adalah Millenials.

Generasi millenials yang pada dasarnya menginginkan kebebasan, sudah menjadi hakikatnya bahwa mereka tidak suka dibatasi. Istilah bekerja dengan sistem jam kantoran (Jam 9 - 5) sudah tidak relevan lagi di masa mendatang. Semakin berkembangnya gaya hidup para generasi milenial, maka diperkirakan jumlah freelancer akan semakin bertambah jumlahnya. Dimana ini dikarenakan oleh generasi ini sudah sangat concern dengan work life balance berkaitan dengan produktivitas dan kualitas kesehatan mereka di dunia kerja.

Kita pernah mendengar istilah bahwa "Anak muda seharusnya tidak tinggal di zona nyaman, tapi pergi keluar mencari tantangan." Umumnya, seseorang pasti akan memilih lowongan kerja yang sesuai dengan bidang ilmunya masing-masing sebagai bekal untuk menyelesaikan tugas-tugas di kantor dan tidak perlu belajar dari awal lagi sehingga pekerjaan jadi lebih lancar. Meski bagus, hal semacam ini justru membuat kita masih berada di zona nyaman dan menghambat kita untuk menghadapi tantangan untuk belajar hal-hal lain di luar kemampuan.

Beberapa rekan yang status nya masih kerja dengan aturan jam kantor yang ketat dan apabila datang terlambat, masih banyak kantor yang menetapkan sistem potong gaji, khususnya potongan gaji untuk yang datang telat tanpa kabar. Denda ini tak main-main, Rp20 ribu untuk telat 1-5 menit tanpa kabar. Bayangkan kalau kena macet dan telat sejam? Bisa tekor Rp240 ribu! Salah satu pekerja pernah bilang: “Yang paling terasa ketika kerja mulai dari jam 9-5, konsentrasi kita mulai berkurang.”.

Sebuah penelitian di Kanada menyebutkan lebih dari satu dalam tiap 6 orang pegawai memalsukan izin sakit mereka hanya karena kecapaian. Sekitar 12% dari mereka beralasan kalau mereka butuh istirahat dari stress yang ditimbulkan pekerjaan, tapi tak mau bilang pada atasan. Penelitian yang dilakukan oleh perusahaan asuransi Canada ini juga menyatakan, 24% pegawai meyakini kalau waktu kerja yang fleksibel akan menghindarkan mereka dari izin-izin tak masuk kantor yang tidak diperlukan.

Survey terbaru mengenai keleluasaan pegawai yang mengatur jam kerjanya sendiri menghasilkan tingkat stres yang jauh lebih rendah, psikologis yang lebih baik, tingkat kebahagiaan, kepuasan dan kinerja pekerja mereka yang lebih tinggi.

Sistem jam kerja kantoran (9-5) dirancang untuk para pekerja di pertengahan tahun 50. Ketika pria-pria berkerah putih dan biru punya istri yang mengurus rumah. Mustahil melakukan pola kerja begini, tanpa menjadi sakit dan kewalahan.

Sebuah riset di Amerika Serikat memperkirakan sebanyak 40% tenaga kerja disana akan menjadi pekerja lepas (freelancer) pada tahun 2020 nanti. Tentu tidak hanya di Amerika, virus "menjadi freelancer" ini juga menyebar ke berbagai belahan dunia termasuk ke Indonesia.

Gejalanya sudah terlihat sampai sekarang, meskipun masih banyak para orang tua generasi millenial lebih menghendaki anak-anaknya untuk kerja kantoran daripada bekerja dengan waktu fleksibel di rumah. Tidak jarang cap pengangguran dilabelkan pada mereka yang bekerja sebagai seorang freelancer.

Jenis pekerjaan yang ditekuni freelancer di jaman sekarang ini juga mulai beragam. Kalau dahulu pekerjaan freelance yang populer adalah, desainer, fotografer, editor ataupun penulis, sekarang pekerjaan seperti barista, chef, programmer, web developer, digital marketing, user experience, virtual assistant mapun akuntan juga makin populer.